Ketika sedang melukis Sistine Chapel, Michaelangelo sedang memuat
detil lukisan di sela-sela tembok yang tidak mungkin akan tampak, kalau
tidak diperhatikan dengan jeli.
Oleh seorang pengunjung yang
memperhatikan pekerjaannya, ia pun dikomentari. “Buat apa sih
bersusah-payah menggambari bagian tembok yang orang lain tidak akan
terlalu memperhatikan. Toh, gambar saja area yang akan tampak oleh mata,
orangpun tidak akan terlalu memperhatikan. Kenapa mesti repot-repot”.
Dengan tersenyum Michaelangelo melihat tamu itu lalu berkata, “Orang
lain memang tidak tahu, tapi saya kan tahu! Orang lain memang tidak
melihatnya tapi saya melihatnya!”.
Itulah sebabnya, dikatakan lukisan di
Sistine Chapel merupakan salah satu lukisan terindah dan paling
kompleks dengan detil-detil yang pernah tercatat dalam sejarah.
Nah, kalau Anda adalah pelukisnya, kira-kira apakah Anda akan peduli
untuk melukis area yang tidak terlalu akan diperhatikan. Apakah Anda
hanya menciptakan image yang bagus, tapi ternyata di tempat yang
tersembuyi, ternyata hasilnya berantak dan nggak Anda pedulikan. Itu
berarti, semangat Anda berbeda sama sekali dengan Michaelangelo, sang
pelukis termasyur sepanjang masa. Pelajarilah filosofinya. Memang orang
lain tidak melihat, tetapi sanggupkah mata Anda membiarkan
ketidakbecusan di belakang, ketidakbagusan, ketidaklengkapan serta
ketidaksempurnaan terjadi? Bangunlah semangat sang maestro sejati. Mau
diperhatikan, mau dilihat orang atau tidak. Mau dipuji orang atau tidak,
ukurannya adalah ada pada dirimu sendiri. Jika kamu bisa memberikan
yang terbaik, mengapa berkompromi untuk hasil yang biasa-biasa saja?
Kamu bisa membohongi orang lain, tetapi tidak bisa membohongi dirimu
sendiri!
Sumber : disini
Jumat, 25 Juli 2014
Memberi Makna yang Berbeda
Suatu ketika, laboratorium Thomas Alva Edison terbakar.
Orang-orang pun berdatangan dan menghampirinya serta turut menyesali peristiwa itu.
Tapi, apa kalimat yang diucapkan oleh Thomas Alva Edison sungguh berbeda dengan dugaan mereka. “Nggak apa-apa. Dengan terbakarnya laboratorium-ku maka, segala kesalahan dan kekeliruan saya juga dibakar. Jadi, saya punya kesempatan untuk memikirkan ulang dengan cara yang lebih baik”.
Nah, apa yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison ini sungguh menarik. Yakni, memberi makna lain terhadap apa yang terjadi dalam hidupmu.
Pertanyaannya adalah bagaimana selama ini kamu memberi makna terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada hidupmu. Apakah kamu melihatnya sebagai bencana, petaka. Ataukah, kamu melihat itu sebagai kesempatan, pembelajaran ataukah sebagai peluang? Ingatlah, cara dirimu memberi makna pada apa yang kamu alami itulah yang akan menentukan “buah” yang kamu akan petik dalam hidupmu. Pahit, asem, menyakitkan ataukah manis, seger dan melegakan, semua dimulai dari makna yang kamu berikan pada apa yang terjadi!
Sumber : disini