Jumat, 25 Juli 2014

Penentunya ialah Kamu

Ketika sedang melukis Sistine Chapel, Michaelangelo sedang memuat detil lukisan di sela-sela tembok yang tidak mungkin akan tampak, kalau tidak diperhatikan dengan jeli. 
Oleh seorang pengunjung yang memperhatikan pekerjaannya, ia pun dikomentari. “Buat apa sih bersusah-payah menggambari bagian tembok yang orang lain tidak akan terlalu memperhatikan. Toh, gambar saja area yang akan tampak oleh mata, orangpun tidak akan terlalu memperhatikan. Kenapa mesti repot-repot”. 

 Dengan tersenyum Michaelangelo melihat tamu itu lalu berkata, “Orang lain memang tidak tahu, tapi saya kan tahu! Orang lain memang tidak melihatnya tapi saya melihatnya!”. 

Itulah sebabnya, dikatakan lukisan di Sistine Chapel merupakan salah satu lukisan terindah dan paling kompleks dengan detil-detil yang pernah tercatat dalam sejarah. 

Nah, kalau Anda adalah pelukisnya, kira-kira apakah Anda akan peduli untuk melukis area yang tidak terlalu akan diperhatikan. Apakah Anda hanya menciptakan image yang bagus, tapi ternyata di tempat yang tersembuyi, ternyata hasilnya berantak dan nggak Anda pedulikan. Itu berarti, semangat Anda berbeda sama sekali dengan Michaelangelo, sang pelukis termasyur sepanjang masa. Pelajarilah filosofinya. Memang orang lain tidak melihat, tetapi sanggupkah mata Anda membiarkan ketidakbecusan di belakang, ketidakbagusan, ketidaklengkapan serta ketidaksempurnaan terjadi? Bangunlah semangat sang maestro sejati. Mau diperhatikan, mau dilihat orang atau tidak. Mau dipuji orang atau tidak, ukurannya adalah ada pada dirimu sendiri. Jika kamu bisa memberikan yang terbaik, mengapa berkompromi untuk hasil yang biasa-biasa saja? Kamu bisa membohongi orang lain, tetapi tidak bisa membohongi dirimu sendiri!

 
 Sumber : disini

Memberi Makna yang Berbeda


Suatu ketika, laboratorium Thomas Alva Edison terbakar. 
Orang-orang pun berdatangan dan menghampirinya serta turut menyesali peristiwa itu. 
Tapi, apa kalimat yang diucapkan oleh Thomas Alva Edison sungguh berbeda dengan dugaan mereka. “Nggak apa-apa. Dengan terbakarnya laboratorium-ku maka, segala kesalahan dan kekeliruan saya juga dibakar. Jadi, saya punya kesempatan untuk memikirkan ulang dengan cara yang lebih baik”

Nah, apa yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison ini sungguh menarik. Yakni, memberi makna lain terhadap apa yang terjadi dalam hidupmu.

 




Pertanyaannya adalah bagaimana selama ini kamu memberi makna terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada hidupmu. Apakah kamu melihatnya sebagai bencana, petaka. Ataukah, kamu melihat itu sebagai kesempatan, pembelajaran ataukah sebagai peluang? Ingatlah, cara dirimu memberi makna pada apa yang kamu alami itulah yang akan menentukan “buah” yang kamu akan petik dalam hidupmu. Pahit, asem, menyakitkan ataukah manis, seger dan melegakan, semua dimulai dari makna yang kamu berikan pada apa yang terjadi!

Sumber : disini