Nasional

DIRGAHAYU RI KE 65

-->
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin upacara pengibaran bendera di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa pagi. Upacara bendera dalam rangka Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-65 itu dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.
Peringatan Hari Ulang Tahun ke-65 Republik Indonesia diawali dengan peringatan detik-detik proklamasi tepat pukul 10.00 WIB ditandai dengan tembakan meriam sebanyak 17 kali, sirene, bunyi beduk-beduk di masjid serta lonceng di gereja-gereja selama satu menit.
Dilanjutkan dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dan upacara penaikan bendera merah putih. Selanjutnya, upacara dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Menteri Agama Suryadharma Ali.
Peringatan Hari Kemerdekaan ke-65 dimulai tepat pukul 10.00 WIB bertepatan dengan detik-detik pembacaan teks proklamasi oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada 17 Agustus 1945.
Pertambahan usia sebuah negara bukan jaminan atas tercapainya kesejahteraan, ketahanan, dan kedaulatan bangsa itu. Yang terjadi, terkadang justru sebaliknya. Negara terus bertambah usianya, tetapi ketahanan, kemakmuran, serta kedaulatannya justru semakin melemah. Saat memperingati hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke-65, hari ini, kita khawatir kondisi itulah yang tengah berlangsung pada bangsa ini.
(sumber,
-->




JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Penyair penerima Anugerah Seni Pemerintah RI (1970) yang menulis Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999), Taufiq Ismail bersedih hati. Kesedihan hati seorang anak bangsa atas keadaan bangsa dan negaranya yang dinilainya bobrok.

Putera kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935 ini bersedih atas situasi Indenesia sekarang ini.  Ditegaskannya, generasinya adalah generasi gagal. Namun secercah cahaya harapan masih diyakininya ada di bumi pertiwi ini, dan itu diserahkannya di pundak generasi muda bangsa ini.

"Situasinya sekarang, Indonesia hancur-hancuran dari semua segi, demokrasi yang kita pilih ini ternyata, demokrasi yang keliru, demokrasi yang terlalu mahal untuk untuk negeri yang miskin," ungkap penerima Anugerah Seni American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57) ini kepada Tribunnews.com, di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (17/8/2010).

Seperti dikatakannya, ternyata demokrasi ini, selama 10 tahun terakhir ini mengajarkan anak bangsa sogok-sogokan, mengajarkan kecurangan, dan seterusnya. "Rekening-rekening gendut berkeliaran, bom-bom gas tiga kilogram itu menjadi bom yang dikirim ke rumah-rumah rakyat. Luar biasa berantakannya," lirih sedih Taufiq.

Wajah penyair yang menikah dengan Esiyati pada tahun 1971 terlihat sedih. Tangisnya sesekali pecah kala mengatakan generasinya, generasi gagal. "Generasi saya adalah generasi yang korup, banyak omong,  hampir selalu berdusta," akunya.

Taufiq, di tengah gelapnya lagi porak-porandanya negeri ini, masih menyisahkan setitik harapan, jauh di sana. Di atas pundak generasi muda bangsa, harapannya diserahkan untuk satu perubahan.

"Jadi saya dalam keadaan begini gelap gulitanya, porak porandanya, harapan masih ada, dan saya menaruh harapan pada kalian. Di ujung jalan kehidupan kita ini, nun jauh di sana masih ada cahaya, masih ada cahaya. Saya masih melihat cahaya berarti saya masih ada kader optimisme dan harapan besar saya itu ada pada kalian yang muda," tegasnya.

"Saya sedih sekali." Demikian dikatakan Taufiq. Namun dirinya berpesan kepada kaum muda bangsa ini untuk tidak mengikuti kegagalan generasinya. "Kalian jangan ikut-ikut seperti kami. Generasi saya adalah generasi yang gagal. Umurmu itu 20, kepada anak-anak saya, kepada cucu saya, saya menaruh harapan, di bulan Ramadan, bulan dimana doa-doa dikabulkan, tidak pernah dalam sejarah kita bobroknya seperti sekarang," ujarnya.(*)
(dikutip dari Tribun Timur)


Cinta pada Republik Harus Ditingkatkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Rasa cinta Tanah Air dinilai sudah memudar. Setidaknya, inilah salah hal yang diungkapkan Puan Maharani, yang menjadi Inspektur Upacara HUT RI ke-65 di Kantor DPP PDI Perjuangan, Selasa (17/8/2010).
Dalam amanah upacaranya, Puan mengatakan, rasa kecintaan pada Republik harus ditingkatkan. Akhir-akhir ini, perayaan hari Kemerdekaan yang dianggap sebagai salah satu momen perwujudan cinta Tanah Air, tak disambut antusias.
"Akhir-akhir ini, kami melihat kecintaan kepada Republik ini sudah harus ditingkatkan kembali. Perayaan hari kemerdekaan tidak seperti tahun sebelumnya, yang selalu kita sambut antusias. Akhir-akhir ini hanya jadi seremonial biasa," kata Puan, di hadapan ratusan kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang mengikuti upacara.
Oleh karena itu, ujar Puan, PDI Perjuangan mengimbau agar rakyat Indonesia kembali membangkitkan semangat kemerdekaan dan tidak melupakan sejarah serta perjuangan para pejuang. "Republik ini dibuat tidak dengan main-main, para founding father menggunakan seluruh hidupnya untuk kemerdekaan bangsa ini. Untuk merdeka tidak mudah dan kini kita sudah menikmatinya," ujar putri Megawati Soekarnoputri ini.



 Kolom

-->
 Untukmu Bangsaku

Sebentar lagi kita akan merayakan kemerdekaan bangsa kita bangsa tercinta bangsa Indonesia. Bendera-bendera telah dipasang. umbul umbul telah dikibarkan. Rumah rumah telah di cat merah dan putih. Dinding telah di gambar dan bertuliskan dirgahayu RI.  Gerbang-gerbang telah dihias dipermak untuk menyambut 65 tahun bangsa ini telah merdeka. Suatu usia yang mapan untuk dapat melihat anak cucu dari setiap para pejuang kemerdekaan memperoleh kemakmuran, kesejahteraan seperti yang cita-citakan oleh para pendiri bangsa ini, oleh setiap orang yang mengorbankan jiwa dan raga mereka demi suatu harapan akan hari esok yang lebih baik. Harapan cita-cita keinginan dan kerinduan akan hal tersebut seolah belum tercapai hingga saat ini. Apa yang salah? apa penyebabnya!? Tidak. Bukan saatnya dan bukan kapasitas untuk menjawabnya. Namun  tentu saja ada yang salah dengan negeri tercinta ini. Siapa sih yang tidak miris, sedih dan kecewa melihat saudara sebangsa mereka harus mati karena kelaparan, karena kemiskinan yang menyebabkan frustasi lalu bunuh diri. Berapa banyak lagi saudara saudara kita harus mati karena tidak mampu membiayai pengobatannya. Berapa lama lagi kita akan menungu kemacetan2 di jalan, dibirokrasi yang terlalu berbelit? untuk hukum yang belum ditegakkan bagi setiap yang melanggarnya? Keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia? Ketertiban dan kenyamanan, kebersihan dan keindahan yang terjaga? butuh waktu berapa lama lagi untuk dapat melihat tidak ada lagi penganguran, anarkisme, gelandangan, dan pemiskinan di tanah air yang sama kita cintai ini?!.  Apakah itu hanya di negri mimpi saja atau hanya ada untuk negeri  di atas awan sana?!
Kita adalah bangsa yang besar dengan segala kekayaan yang terkandung didalamnya. Tanahnya subur. Lautnya luas dan bukan sekedar laut tapi kolam susu malah (tau kan lagunya). Sumber sumber minyak, mineral terhambur. Pertanian, perikanan, pertambangan, peternakan, perindustrian dan lainnya bisa berjalan dengan lancar dan subur di tanah air ini. Sumber daya manusia tidak kurang untuk mengelolahnya. Kita tidak kekurangan orang pintar. Karena sama seperti ikan ikan dilaut akan tetap disana jika tidak ada yang mengambil dan mengelolahnya untuk dipergunakan sebaiknya untuk kelangsungan hidupnya. Hanya saja kita kurang pandai memanage kelebihan yang ada hingga terkesan kurang cukup.., jadi seperti itulah.. dan jelas bahwa Yang Maha Kuasa tidak pernah salah menitipkan kekayaan itu di bumi pertiwi ini. Artinya? Kita toh yang keliru mengaturnya.  Jadi sebenarnya tidak ada alasan sama sekali untuk bangsa ini untuk tidak bisa jadi bangsa yang besar, nan jaya,  berdaulat, adil dan makmur. Atau… kita saja yang kurang mensyukuri apa yang ada, apa yang diberikan NYA bagi nusa dan bangsa ini!! Atau kita terlalu egois menjalani hidup ini. hanya memikirkan diri sendiri tanpa mau melihat keluar terkadang kita lupa, kita tak sendiri menikmati indahnya hidup yang diberikan oleh sang pencipta!! bagaimana dengan mereka yang menjerit karena lapar dan hidup dari belas kasihan kita? Bagaimana  dengan mereka yg punya apa-apa, apa yg tlah kita buat, karena kita diciptakan untuk berbagi hidup dengan mereka. Kita Untuk Mereka..
Dan Marilah kita memberi untuk Negara tercinta ini, walaupun itu tampaknya kecil. Namun itu berarti.
Seperti pidato Ir. Soekarno Berikut ini:
Ibu Pertiwi mempunyai konde yang harus kita hias dengan bunga bunga. Engkau bisa menyumbang apa? Engkau bisa menyumbang melati, sumbanglah melati untuk Ibu Pertiwi.
atau Engkau bisa menyumbang apa? Engkau bisa menyumbang mawar. sumbanglah mawar untuk Ibu Pertiwi.
Engkau bisa menyumbang apa? Engkau bisa menyumbang melur, sumbanglah melur untuk Ibu Pertiwi.
Engkau bisa menyumbang apa? Engkau bisa menyumbang bunga cempaka, sumbanglah bunga cempaka untuk Ibu Pertiwi.



© 15 agustus 2010